Dicintai oleh
orang yang tidak dicintai, cukup membuat batin tersiksa serta mengundang apatis
cinta.
Sebagian orang
berpendapat; mendingan dicintai daripada mencintai. Sementara, dalam
kenyataannya ada orang yang lari tunggang langgang karena dicintai oleh orang
yang tidak ia cintai. Berlari menghindar sedapat mungkin akibat rasa takut
dicintai oleh orang yang sama sekali tidak ia cintai. Akibatnya, waktu yang
dilalui terasa begitu pahit menghimpit. Andai hal ini berlangsung lama, tentu
bisa saja membuat seseorang akan menjadi apatis terhadap cinta. Cuek, masa
bodoh dengan cinta yang datang. Karena dianggap siksaan.
Apabila orang yang
dimaksud itu sensitif, segera tahu bahwa orang yang dicintai itu tidak cinta,
sungguh tidak mengapa dan mudah menetralisir hal yang demikian. Akan tetapi,
jika sebaliknya. Orang tersebut tidak pernah mengerti serta selalu saja percaya
diri tingkat tinggi, mengejar dan selalu mengejar, tentu bagi yang dikejar
adalah problem hidup.
Ternyata, dalam hidup
itu perlu kepekaan diri. Kapan mencintai dan terus mencintai. Serta kapan
mencintai, lalu kemudian berusaha berhenti mengejar cinta, karena yang dicintai
kelihatan tidak suka kalau dicintai. Cobalah jeli dalam menilai sehingga tidak
salah menilai sikap dan sorot mata seseorang. Salah mengartikan, akan mengubah
makna hidup.
Proses melepaskan diri
dari orang yang tersiksa dikejar-kejar cinta adalah tanda cinta. Bagi yang
benar-benar cinta, rela meninggalkan jika memang yang ditinggalkan itu lebih
bahagia merupakan bukti cinta. Bahwa cinta itu bukan persekusi. Ia datang
dengan suci tanpa paksaan, maka dapatkanlah cinta juga dengan bukan memaksa.
Tulisan Terkait