Pahitnya hidup yang dialami, sebenarnya persiapan
untuk bisa merasakan manisnya hidup di kemudian hari. Namun, pada umumnya
manusia tidak sabar.
Berapa
seringkah Anda menelan pahitnya hidup? Kemudian karena dianggap sangat terlalu
sering, sehingga begitu berani untuk
menjawab; bahwa “tidak lagi bisa dihitung”. Sampai seolah tak pernah mengecap manisnya
hidup. Rasanya, untuk berucap syukur sepertinya ditinggalkan.
Jika
kini, Anda masih terkungkung oleh pahit getirnya hidup. Maka, sadarilah bahwa
itu adalah etape kehidupan untuk menjemput manisnya hidup di kemudian hari. Tahap
awal yang dirasakan pahit, akan menuai rasa manis jika dilandasi kesabaran. Namun,
pada umumnya manusia tidak sabar.
Pembelajaran
melalui rasa pahit, akan berujung baik nantinya jika telah datang rasa manis. Walau
nanti dikelilingi madu sekali pun, diharapkan tidak terperangkap dalam
kepekatan manisnya hidup. Tidak lupa kacang akan kulitnya.
Jadi, usah berputus asa dalam pahit. Sabar dalam
pahit, akan membuka pintu rahmat dari Yang Maha Kuasa. Linangan air mata yang
jatuh dalam kepasrahan bersandar haya pada-Nya, mendatangkan kepercayaan dari
Yang Menciptakan Manusia untuk menitipkan amanah dunia pada orang-orang yang
tetap sabar dalam menjalani nestapa pahit kehidupan.
Tulisan Terkait